Makanan adalah hal yang pokok dalam kehidupan. Tanpanya kita tak dapat memberikan asupan gizi kepada tubuh. Dan sebelum makan kita harus berbelanja dahulu atau disebut juga dengan “jajan”.  Anak-anak pun sudah bisa jajan sendiri. Berikut diskusi ringan sekaligus sharing tentang apakah kebiasaan jajan itu baik?

Apakah Kebiasaan Jajan itu Baik?

Oleh: Fajri Umami

Apakah kebiasaan jajan itu baik?

Ada sisi positif dan negatifnya, kami pikir. Kita mulai dari positifnya dulu, ya.

  1. Anak tahu bahwa harus ada usaha sebelum mendapatkan sesuatu, baik itu makanan ataupun mainan. Usahanya, ya, dengan membeli. Jadi, anak tidak bisa minta dan disulap langsung muncul.
  2. Anak belajar mengenal uang sebagai alat tukar. Barang-barang yang ada di toko ataupun warung itu harus ditukar dulu dengan uang yang kita punya supaya bisa dibawa pulang. Ada uang, ada barang. Jika uang tidak cukup, barang tidak bisa dimiliki, jadi harus belajar menahan diri. Jika diarahkan dengan baik, anak bisa diajarkan untuk menabung demi mendapatkan barang yang dia inginkan.
  3. Buat anak usia sekolah, sekalian belajar berhitung: berapa harga barang, berapa uang uang yang dibutuhkan, berapa uang yang dibayarkan, dan berapa uang kembalian. Di kelas 3 SD, ada pelajaran tentang mata uang.
  4. Belajar bertransaksi sendiri, sekaligus melatih kepercayaan diri (berani mengemukakan apa yang dia mau dan bertanya harga ke penjual) dan membuat dia merasa mampu untuk belanja sendiri.
  5. Jika diarahkan dengan baik, anak bisa belajar untuk mengatur keuangan sendiri sejak dini. Dalam hal ini, saya salut sama pola didik orang tua saya (kita bahas nanti).

Selain positif, ada negatifnya juga, di antaranya:

  1. Jajanan sering membuat anak tidak mau makan masakan rumah. Entah itu karena preferensi rasanya yang sudah berubah, ataupun karena perut yang sudah keburu kenyang karena makan camilan sebelum makan besar. Itu kasus yang sering terjadi. Meskipun demikian, ada juga yang jajannya kuat, tetapi pola makannya di rumah tetap baik (tapi, sebaiknya jangan jadikan ini sebagai patokan, apalagi jika anak kita tipikal picky eater).
  2. Produk camilan yang dijual di toko dan warung itu belum tentu sehat dan higienis. Banyak produk yang sebenarnya rendah gizi, bahkan ada yang tidak baik bagi kesehatan dan pertumbuhan anak, tetapi rasanya enak dan anak-anak sering beli. Misalnya, “snack angin” yang kaya MSG. Kalau beli jajanan yang begini jadi kebiasaan, berarti membiasakan pola makan yang tidak sehat. Padahal, untuk anak dalam masa pertumbuhan, baiknya makan makanan yang sehat dan cukup gizi untuk tumbuh kembang optimalnya. Selain itu, kalau kadung jadi kebiasaan, mengubah kebiasaan itu tidak mudah, lho (*pengakuan pribadi).
  3. Jika terlalu sering dan terlalu banyak jajan setiap kali anak meminta, anak akan berpikir bahwa dia akan selalu dapatkan apa yang dia mau. Padahal, anak harus diajarkan untuk menahan diri (skill pengendalian diri itu penting bagi tiap individu, dan harus diajarkan sejak dini).
  4. Jika tidak diarahkan dengan baik, kebiasaan jajan yang berlebihan bisa membuat anak kaget dan kesulitan mengatur keuangannya sendiri di kemudian hari. Kondisi keuangan keluarga tidak selamanya stabil. Saat ini baik, suatu saat bisa jadi tidak baik. Jika anak terbiasa jajan berlebihan, orang tua akan sulit sendiri dalam menghadapi anak saat keuangan mereka memburuk. Di saat dewasa dan hidup mandiri, si anak bisa kewalahan sendiri mengatur keuangannya.

 

Lantas, anak boleh jajan atau tidak?

Menurut kami, boleh, tetapi diatur dan diarahkan. Tergetnya adalah mengajarkan anak untuk mengelola keuangannya sendiri a.k.a financial management

Sejak kapan?

Sejak anak mengenal uang. Kalau Ibrahim, sejak usia 2 tahunan.

Caranya?

Kita lanjut di tulisan bagian kedua, ya.

 

Foto: Freepik, Dunia Smart