Menginginkan anak mendapatkan yang terbaik tentu merupakan keinginan dari semua orangtua, tapi jika yang terbaik itu diartikan sebagai bersaing dalam kompetisi bagaimana? Tentu akan sulit untuk mendapatkan ‘selalu’ menjadi terbaik. Dan tidak hanya orang tua yang menerima dampaknya, tapi anak pun juga. Jangan sampai self esteem anak terganggu. Berikut sharing singkat mengenai pemikian penulis, artikel ini adalah kelanjutan dari judul sebelumnya ‘Kompetisi yang Melelahkan’.
Anak Bukan untuk Diperlombakan
Oleh: Fajri Umami
Kenapa jangan perlombakan anak?
Anggaplah itu cara yang efektif untuk memacu effort anak. Untuk anak yang biasanya santai, jadi merasa butuh belajar dan berlatih ekstra agar bisa mengalahkan lawan-lawannya yang lain. Sesekali, silakan. Namun, jika anak terus-menerus diperlombakan, khawatirnya, anak akan merasa value dirinya tergantung pada posisinya terhadap orang lain. Seberapa banyak orang yang bisa dikalahkannya. Seberapa kalah dirinya dibandingkan yang lain. Itu melelahkan, lho. (Tulisan tentang membanding-bandingkan anak, bisa dibaca di sini)
Tak cuma anak yang kebagian lelah. Orang tua juga lelah. Berekspektasi tinggi pada anak. Jor-joran mengupayakan ini-itu (materi, waktu, pikiran) agar anak bisa belajar dan berlatih maksimal. Kadang anak mudah dikondisikan. Kadang hal itu harus sampai menguras energi (fisik, pikiran, perasaan), sampai “berdarah-darah”. Kadang hasilnya sesuai harapan. Kadang jauh melenceng di bawah, lalu merasa semua upaya sia-sia. Itu melelahkan….
Jika memang (kekeuh) memperlombakan anak jadi pilihan orang tua, bermain cantiklah. Halus. Semata-mata, agar self esteem anak tak terkikis–kasihan, lho. Latih anak agar mengerahkan kekuatan super mereka (effort maksimal), tetapi juga tak lupa persiapkan anak untuk menghadapi kekalahan. Ajarkan mereka bahwa dalam tiap kompetisi itu memang ada yang menang, sementara yang lainnya kalah. Beritahu mereka bahwa roda kehidupan itu juga berputar seperti halnya roda kendaraan. Kita kadang menang, kadang bisa jadi kalah. Ajarkan itu. Bekali anak. Semata-mata, agar anak tetap merasa berharga dengan apapun pencapaian yang telah diraihnya. Itu jika orang tua kekeuh memperlombakan anak.**
(Dear pembaca, tulisan ini bukan alasan, dalih, ataupun pembenaran bagi orang tua untuk bisa bersikap terlalu santai dalam hal tumbuh kembang anak, ya…. Sama sekali bukan itu tujuannya. Sekali lagi, bukan untuk itu. Terakhir dari saya, silakan ambil yang baiknya dan yang sekiranya bermanfaat. 🙏)
**Penting: Untuk bisa membekali anak (dengan mindset yang demikian), orang tua harus punya modalnya dulu. Orang tua dulu yang harus paham, baru bisa memberi pengertian pada anaknya.
Foto: Farah.id
Leave A Comment