“Parents Support Group” – Komunitas Ortu Anak Terapi di Klinik My Lovely Child

Editor : Rahmah El Fauziah

Seiring kemajuan di segala aspek terutama teknologi, ternyata mempengaruhi kemampuan perkembangan bicara anak. Konsumsi makanan dengan berbagai Bahan Tambahan Pangan (BTP), ternyata bisa memicu hiperaktivitas pada perilaku anak. Selain itu, meningkatnya prevalensi anak berkebutuhan khusus lain seperti autis, ADHD, PDD atau cerebral palsy diiringi dengan masih terbatasnya pengetahuan dalam pola pengasuhan, perbedaan pola asuh dan visi misi pengasuhan antar generasi serta kurang sensitifnya respon lingkungan dalam memberikan dukungan terhadap para orang tua yang luar biasa ini, menjadi dasar bagi Klinik MLC untuk mengangkatkan suatu wadah sharing dan diskusi bagi para orang tua.

Kegiatan “Parents Support Group (PSG)” di Klinik My Lovely Child sebagai bentuk apresiasi dan support Klinik MLC kepada para orang tua serta sebagai sarana evaluasi, bertujuan untuk meningkatkan layanan terapi di masa yang akan datang.

Sebelumnya semua orang tua diminta mengisi lembar evaluasi layanan terapi anak dan diminta kehadirannya pada Hari Minggu, 17 September 2017 untuk menghadiri acara PSG ini.

Butuh suatu kerjasama yang intensif, konsisten serta komprehensif antara orang tua, tenaga profesional seperti dokter tumbuh kembang anak, dokter rehabilitasi medik, konsultan gizi anak serta psikolog anak untuk bisa mengupayakan pencapaian tumbuh kembang optimal bagi anak.

Oleh karena itu, PSG sebagai wadah untuk saling sharing serta berdiskusi terkait layanan terapi anak di Klinik MLC kali ini melibatkan pihak manajerial klinik yakni dr. Zuhrah Taufiqa, M. Biomed selaku manager Klinik dan Tim Profesional MLC yang diwakili oleh dr. Riri Prima Yolanda, Sp.KFR sebagai dokter rehabilitas medis dan Nila Anggreiny, M.Psi, sebagai psikolog.

Kegiatan “Parents Support Group” merangkum kesimpulan antara lain :

Kunci pertama untuk memulai dilakukannya terapi pada anak adalah masuknya kedua orang tua ke dalam fase ‘penerimaan’ terhadap apapun dan bagaimanapun tumbuh kembang anak saat ini secara ikhlas dan tegar. Karena ketika orang tua masih dalam tahap ‘denial’ atau penolakan terhadap kondisi anak, maka akan lebih sulit untuk mencari bantuan terapi yang dibutuhkan oleh anak. Sebaliknya, saat orang tua telah mampu menerima, maka orang tua akan terarah pada berbagai masukan/saran yang konstruktif dalam rangka mengupayakan tumbuh kembang anak optimal. Tidak hanya itu, orang tua pun akan lebih siap menghadapi tanggapan sosial sehingga mampu berinteraksi sosial dan memberi respon yang ‘positif’ terhadap berbagai anggapan orang lain, termasuk anggapan negatif.

1. Lalu, mampukah anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang atau kebutuhan khusus mencapai tumbuh kembang yang optimal ? Jawabannya adalah, Bisa, Insyaallah.   Lalu bagaimana mengupayakan agar tumbuh kembang anak tetap optimal ? Pertama, orang tua harus memiliki keyakinan bahwa ” Anak BISA, Yakin, BISA !” Kedua, berkonsultasilah dengan tenaga profesional melibatkan suami/istri untuk menyusun target pencapaian umum (General Goal) untuk anak, Ketiga, susunlah detail daftar langkah-langkah pencapaian target umum tersebut dalam bentuk uraian detail (Specific goal). Penentuan target umum dan khusus ini dilakukan secara realistis artinya, disesuaikan dengan kemampuan atau pun kondisi anak serta kemungkinan peluang pencapaian target bagi anak. Misalnya, anak dengan dyslexia namun, memiliki bakat melukis, akan bisa mencapai potensi unggulnya ketika difasilitasi untuk mengembangkan bakat lukisnya. Keempat, berikhtiarlah secara maksimal karena Insyaallah, usaha tak akan berkhianat.

2. Apa yang bisa dilakukan untuk menstimulasi anak agar bisa mencapai tumbuh kembang atau pun sebagai “home programme” bagi anak ? Ada banyak cara untuk bisa memberikan stimulasi atau rangsangan pada anak sebagai aktivitas rumah penunjang terapi yang diperoleh anak di Klinik. Bermain adalah strategi yang paling ‘solutif’ untuk mencapai tumbuh kembang anak yang baik. Bagi anak dengan gangguan bicara, bisa dengan meningkatkan interaksi anak dengan anak lain yang tidak memiliki gangguan hambatan bicara dan cerewet. 

Selain itu, anak dengan gangguan motorik atau pun artikulasi juga bisa distimulasi melalui berbagai aktivitas motorik seperti bersepeda, renang, dll. Stimulasi gangguan motorik halus bisa dilatih dengan latihan bermain jepitan kain, menjumput makanan, dll. Banyak aneka permainan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan stimulasi anak. Dalam hal ini, Taman Bermain “Outdoor” MLC Land juga menyajikan berbagai sarana motorik yang dapat digunakan sebagai latihan motorik anak seperti jalan berkelok, gantungan, dll. Bermain di istana pasir juga bisa merangsang aspek sensorik anak. Bahkan, di setiap Sabtu Minggu sore pukul 16.30-17.30 WIB, juga disajikan berbagai kegiatan kreatifitas untuk mengasah 8 kecerdasan majemuk anak. Dalam berbagai aktifitas atau permainan ini, diharapkan anak bisa menikmatinya sehingga, ketika anak merasa bahwa semua hal menyenangkan maka ini merupakan kunci sukses dalam meningkatkan rasa percaya diri anak serta harapan untuk mencapai tumbuh kembang anak.

3. Apakah makanan dapat mempengaruhi perilaku anak? jawabannya, Iya. Namun, apakah anak perlu diet ketat dalam hal ini ? Jawabannya, TIDAK. Makanan atau zat gizi merupakan hal yang penting bagi anak di usia pertumbuhan. artinya, ketika diet ketat diberlakukan pada anak dengan asumsi bahwa makanan tertentu tidak baik dan justru bisa membuat anak hiperaktif, maka hal ini justru bisa menimbulkan gangguan terhadap status gizi anak yang pada akhirnya akan berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Akan tetapi, beberapa bahan tambahan pangan (BTP) yang umumnya ditemukan pada makanan kemasan dianggap bisa memicu terjadi hiperaktif pada anak. Selain itu, asupan tinggi gula seperti konsumsi permen, coklat secara berlebihan, dianggap memicu perubahan perilaku anak. Akan tetapi mengenai masalah gizi ini, ada banyak hal yang bisa menimbulka pengaruh serta menjadi bahan pertimbangan untuk tumbuh kembang dan kemajuan perilaku anak. Jadi, berkonsultasi lah terlebih dahulu dengan dokter/konsultan gizi agar kebutuhan nutrisi anak tetap terpenuhi tanpa menimbulkan hiperaktivitas terhadap anak.

4. Baikkah penggunaan Gadget pada anak? Jawabannya, TIDAK. Sebelum usia Anak 2 tahun, sebaiknya anak tidak dikenalkan dengan gadget atau pun layar lainnya termasuk TV. Di atas 2 Tahun, berlakukan pembatasan yakni maksimal 2 jam penggunaan ‘layar’ di rumah. Hal ini disebabkan oleh karena gadget atau pun lainnya tidak hanya akan menimbulkan gangguan berupa keterlambatan bicara pada anak tetapi juga menimbulkan rangsangan atau stimulasi secara berlebihan terhadap Prefrontal Cortex anak. Akibatnya, anak akan terbiasa dengan kesenangan yang selanjutnya akan bermanifestasi menjadi sebuah kecanduan. Hal ini akan menjadikan anak hanya fokus terhadap kesenangan dan hal instan yang minim tantangan. Akibatnya, anak akan lebih mudah mengamuk atau tantrum ketika mengalami suatu masalah/kendala dan di masa remaja, hal ini lah yang menjadi bibit kecanduan terhadap pornografi yang bisa merusak bagian otak anak secara lebih luas.

5. Bagaimana menyikapi anak yang tantrum ? Pelajari penyebab anak mengalami tantrum, karena tantrum pasti ada pemicunya meski kadang sebagai orang tua kita luput untuk bisa memperhatikan semua hal secara detail dari anak. Setelah mempelajari penyebab atau pemicu maka berikan respon positif berupa pendekatan pada anak tanpa memberikan bujuk rayu, Tindakan berupa bujuk rayu atau mengabulkan semua keinginan anak setiap kali tantrum (meski itu di keramaian), akan membuat anak berfikir bahwa memang seperti itulah cara terbaik ketika dia ingin mengungkapkan keinginannya. Hal ini nantinya akan dipelajari anak sebagai suatu hal yang wajar, lalu , menjelma menjadi sebuah kebiasaan yang pada akhirnya membentuk perilaku. Untuk hal ini, butuh komitmen dan konsistensi penerapan perilaku oleh kedua orang tua atau siapapun yang terlibat dalam proses pengasuhan anak (misalnya kakek nenek). Jadi, Jangan ada celah adanya inkonsistensi atau ketidaksamaan persepsi dan respon oleh orang tua atau kakek nenek terhadap perilaku tantrum anak.

Dibutuhkan suatu kerjasama yang intensif, konsisten serta komprehensif antara orang tua, dalam hal ini diawali oleh kesamaan visi misi dan persepsi dalam keluarga inti (ayah ibu) yang kemudian merangkul keluarga besar serta tenaga profesional seperti dokter tumbuh kembang anak, dokter rehabilitasi medik, konsultan gizi anak serta psikolog anak untuk bisa mengupayakan pencapaian tumbuh kembang optimal bagi anak. Tidak hanya itu, juga dibutuhkan sebuah komunitas untuk bisa saling memberikan dukungan agar senantiasa berjuang bersama dalam mengupayakan hal terbaik bagi anak

Di masa yang akan datang, akan dihadirkan berbagai materi terkait parenting atau pun kajian psikologis yg dapat membantu “home pogramme” bagi para orang tua, Insyaallah