Rubrik MLC : “Susu Kental Manis, Berbahayakah?”

Editor : Rahmah El Fauziah

Menurut dr. Nice Rachmawati Masnadi, Sp.A (K), dokter anak konsultan gizi anak kami, mengutip dari penjelasan BPOM RI,  Susu Kental Manis (SKM) merupakan salah satu subkategori dari kategori susu dan hasil olahannya yang berbeda dengan jenis susu cair dan produk susu, jenis susu bubuk, atau pun krim bubuk. SKM mengandung kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5%. Dengan karakteristik kandungan seperti ini, SKM tidak dapat menggantikan produk susu jenis lain seperti susu cair, susu bubuk atau pun susu uht sebagai penambah atau pelengkap gizi.

Lalu, apa itu susu UHT?

Menurut dr. Fitrisia Amelin, Sp.A, M.Biomed, dokter anak sekaligus konselor laktasi dan dr. Zuhrah Taufiqa, M. Biomed, konselor Makanan Pendamping ASI (MP ASI) di Klinik MLC, Susu UHT merupakan susu segar yang diperoleh melalui pemrosesan dengan suhu yang sangat tinggi (Ultra High Temperature) untuk mematikan bakteri. UHT dapat dikonsumsi oleh anak setelah berusia 12 bulan namun, batasi jumlah konsumsi UHT maksimal 400 cc/hari dan pastikan anak tidak alergi terhadap UHT yang diberikan. Selagi ASI masih mencukupi, lanjutkan pemberian ASI hingga anak berusia 2 tahun. Hal terpenting yang perlu diingat, bahwa kandungan energi dari UHT tidak mampu mencukup kebutuhan kalori yang diperlukan anak sehari-hari sehingga UHT bukanlah sumber protein utama atau solusi sebagai saat anak susah makan.

Benarkah SKM itu tidak mengandung susu bahkan, hanya dominan gula ? Lalu, bolehkah diberikan pada bayi dan anak, dok, misalnya sebagai asupan harian atau cemilan ?

Susu Kental Manis (SKM) mengandung kadar gula yang tinggi dan dengan karakteristik di atas, dr. Nice, tidak menganjurkan SKM dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak sebagai sumber susu. Namun, SKM boleh diberikan pada anak (>1 tahun) sebagai topping dan pencampur pada makanan dan minuman dengan jumlah terbatas.

Apa bahaya pemberian susu kental manis bagi bayi dan anak, Dokter? Apa bisa mengganggu pertumbuhan anak di kemudian hari ?

Mengingat kandungan Susu Kental Manis yang tinggi gula, maka, pemberian SKM dalam jumlah berlebihan (sering) bisa memicu risiko terjadinya obesitas serta berbagai penyakit sindroma metabolik saat dewasa nanti seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, dll.

Menyimak hal di atas, alangkah baiknya apabila masyarakat mengetahui dan memahami bahwa Susu Kental Manis (SKM) bukanlah bahan makanan pengganti susu yang dianjurkan pemberiannya kepada bayi dan anak. Penggunaan SKM hanya dibatasi sebagai topping atau pencampur makanan atau minuman dalam jumlah yang terbatas agar anak terhindari dari risiko obesitas dan berbagai penyakit metabolic di kemudian hari.

Dr. Nice sebagai konsultan Gizi Anak bersama Tim Dokter sekaligus Konselor Laktasi Klinik MLC mengharapkan agar masyarakat paham bahwa pemberian ASI eksklusif  pada bayi (usia 0-6 bulan) yang dilanjutkan hingga genap 2 tahun merupakan sumber gizi terbaik di periode emas pertumbuhan anak. Dr. fiqa juga menganjurkan agar pemberian ASI didampingi dengan pemberian MP ASI bergizi seimbang sejak usia anak 6 bulan. Dalam hal ini, sekali lagi, SKM bukan sumber protein seperti halnya susu cair (UHT) jadi penggunaan SKM sebaiknya memang sangat dibatasi. Ibu masih bisa memberikan anak bahan makanan manis bersumber alami seperti buah-buahan sebagai penambah rasa asli pada makanan atau cemilan. Misalnya, sari buah semangka, apel dan lain sebagainya.

Selain itu, sejalan dengan ajakan BPOM, dr. Fiqa juga menghimbau pada para orang tua agar selalu memperhatikan kandungan bahan makanan dalam suatu produk kemasan. Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluarsa), yakni perhatikan apakah kemasan dalam kondisi utuh dan baik, baca kandungan bahan makanan yang tertera pada label dengan cermat, pastikan produk memiliki izin edar dan pastikan produk belum melewati masa kadaluarsa.

Gizi anak terutama di masa emas pertumbuhannya merupakan aspek yang sangat penting menjadi perhatian bagi para orang tua. Jangan lupa memeriksakan Berat Badan, Tinggi Badan dan Lingkar Kepala anak secara rutin pada bayi dan balita. Agar orang tua bias mengetahui lebih dini apabila pertumbuhan anak tidak berjalan sesuai dengan usianya.